PERKEMBANGAN BUDDHA DI BURMA DAN
THAILAND
Diajukan untuk memenuhi syarat mata
kuliah Sejarah Peradaban Hindu
Dosen Pengampu : Arif Permana Putra,
M.Pd
Disusun
Oleh :
Kelompok
3
1. Eneng
Sunariah (2288150021)
2. Eva
Arnaz (2288150046)
3. Indiyani (2288150043)
4. Fajar
Putra Santoso (2288150036)
5. Linda
Falasifah (2288150032)
6. M
Reza Zaka Said (2288150027)
7. Nunung
Nurhasanah (2288150028)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
BANTEN
NOVEMBER, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Swt karena berkat, rahmat dan
karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah yang diberikan oleh Bapak Arif
Permana Putra, M.Pd selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Hindu dengan
makalah yang berjudul : Perkembangan
Buddha di Burma dan Thailand. Pada kesempatan ini kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini. Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan
nilai tambah kepada para pembacanya.
Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dari para pembimbing, rekan-rekan
mungkin penyusun akan mengalami kesulitan, namun seperti kata pepatah, “Tak ada
gading yang tak retak” maka penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari Bapak Arif, teman-teman dan orang lain yang sudi meluangkan
waktunya untuk menyimak isi dari laporam ini. maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan
terima kasih kepada : Arif Permana Putra, M.Pd, selaku Dosen pengampu mata
kuliah Sejarah Peradaban Hindu. Rekan-rekan di pendidikan sejarah angkatan 2015.
Semoga kebaikan bapak ibu dosen dan teman teman mendapat balasan yang
setimpa dari Allah SWT .
Serang, 22 November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................ii
DAFTAR
ISI............................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN.....................................................1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Geo
History Burma............................................
2.2
Perkembangan
Agama Buddha di Burma.............
2.3
Geo
History Thailand..........................................2
2.4
Perkembangan
Agama Buddha di Thailand..........15
BAB
III KESIMPULAN .......................................................23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah Agama Buddha bermula dari riwayat kelahiran Siddharta Gautama.
Siddharta Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama 45 tahun lamanya dan
menyebar ke kawasan Asia Selatan yaitu kawasan India yang pada saat itu Kita
ketahui bahwa Agama Buddha di Asia Tenggara disebarkan oleh Raja Ashoka dari
Kerajaan Maurya yang pada zaman itu, ia menganut agama Buddha karena ia
bertobat atas apa yang ia lakukan pada saat Perang Kalinga. Dan pada saat itu
juga, kawasan Asia Tenggara adalah daerah kekuasaannya.
Burma atau sekarang yang biasa disebut Myanmar adalah sebuah negara di Asia
Tenggara. Burma (juga dikenal sebagai Myanmar) adalah dominan dari tradisi Buddha
Theravada, dipraktekkan oleh 89% dari populasi negara ini adalah negara Buddhis
yang paling religius dalam hal biarawan dalam populasi dan pendapatan yang dihabiskan untuk agama.
Penganut yang paling mungkin ditemukan di antara etnis Bamar dominan (atau
Burma), Shan, Rakhine (Arakan), Senin, Karen, dan Cina yang bergabung dengan
baik ke masyarakat Burma. Para bhikkhu, yang dikenal sebagai Sangha, adalah
anggota dihormati dari masyarakat Burma. Di antara banyak kelompok etnis di
Myanmar, termasuk Bamar dan Shan, Theravada Buddhisme dipraktekkan dalam
hubungannya dengan ibadah nasional, yang melibatkan roh yang dapat berhubungan
dalam urusan duniawi.
Thailand atau yang dahulu dikenal sebagai Siam. Agama mayoritas di Thailand
adalah Buddhisme Theravada, yang merupakan bagian penting dari identitas dan
budaya Thailand. Thailand adalah negara yang menganut Buddhisme tertinggi di
dunia. Menurut sensus tahun 2000, 94,6% dari populasi negara itu menyatakan
diri sebagai umat Buddha dari tradisi Theravada.
Lalu, bagaimana Geo History Burma dan Thailand? Bagaimana perkembangan
agama Buddha di Burma dan Thailand?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Geo History Burma
Burma
terletak dikawasan Asia tenggara wilayah nya berrada di antara sungai-sungai
besar seperti sungai Irrawady, sungai Mekong, sungai Chindwin, sungai Kok
,sungai Salwin, dan sungai Miytnge. Dengan adanya aliran sungai-sungai besar
Burma menjadi jalur pelayaran dan tanah-tanah disekitar aliran sungai menjadi
subur dan memengaruhi mata pencarian masyarakat Burma yang mayoritasnya adalah
bercocok tanam.
Orang-orang
yang pertama kali menjadi penghuni Burma adalah orang-orang Tibet-Burman yang
mendirikan kota Pyu, Burma yang kini lebih dikenal dengan sebutan negara
Myanmar sudah berdiri sekitar 13.000 tahun yang lalu. Masyarakat Burma menganut
agama budha aliran Theravada. Selain orang-orang Tibet-Burman ada kelompok lain
yang muncul di Burma pada awal abad ke-9 yaitu orang-orang Bamar, orang-orang
ini datang ke Burma melewati jalur lembah sungai Irrawady kemudian mereka mendirikan
kerajaan Pagan. Hal pertama yang di lakukan oleh orang-orang Bamar di awal
mendirikan kerajaan Pagan adalah menyatukan lembah sungai Irrawaddy dan wilayah
di sekitar aliran sungai. Kebudayaan Hindu-Buddha juga berkembang di Myanmar
Selatan, yaitu di Arakan dan dataran rendah Myanmar Utara bagian pedalaman juga
terpengaruh kebudayaan Hindu-Buddha. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di
Myanmar selatan masuk melalui jalur laut, sedangkan pengaruh Hindu-Buddha masuk
ke Myanmar Utara melali jalur darat. Jalur darat itu dari India terus masuk
melalui Asam ke pedalaman Myanmar terus ke Yunan. Negara Myanmar yang dahulu
bernama Burma memiliki komposisi penduduk terbesar 89% beragama Buddha dan etnis
Burma sebesar 68% dan penganut agama Kristen (4%), Islam (4%), dan lainnya
(3%). (Kompas, 11/10/07).
2.2 Perkembangan Agama Buddha di Burma
Bukti paling
awal dari sejarah Burma diketahui dengan adanya jalan darat antara China dengan
wilayah barat melalui utara wilayah itu. Pada tahun 69 SM China membuat kawasan
Yung Chang dengan menundukan orang Ai-Lao, letaknya disebelah utara kurang
lebih 60 mil dari perbatasan Myanmar sekarang. Legenda-legenda Buddha juga
menceritakan kedatangan India ke Myanmar hilir melalui laut. Disebut-sebut
tentang Suwarna bumi, tanah emas. Diceritakan tentang dua orang lelaki
bersaudara bernama Tapusa dan Palikay yang dikatatakan diberi helai rambut oleh
Buddha yang kemudian dibawa melalui laut dan menyimpannya di pagoda Shwe Dago
di Rangoon. Menurut sumber sejarah juga seperti yang terdapat dalam Mahavamsa,
disebutkan bahwa terdapat dua orang bhikkhu dari India yang bernama Sona dan
Uttara menyebarkan Dhamma ke negeri Suvannabhumi.
Bangsa Burma
(Myanmar) tidak berasal dari keturunan satu Bangsa, tetapi merupakan campuran
bangsa-bangsa : Pyu, Birma, (dari Tibet), Mon (Tenaserim), Karen, Sahn (Siam)
dan Kachin (bagian utara). Di daerah-daerah Burma (sekarang Myanmar), Budaya
India banyak memengaruhi suku bangsa Mon. Suku Mon tinggal disebelah timur
Irawadi, pusat kekuasaan di lembah sungai Menam Chao, Phya. Orang Mon mempunyai
pertalian darah bangsa Khmer (bangsa Kamboja). Orang Myanmar menyebutnya bangsa
“Talshing”. Mungkin disebabkan karena orang Mon ini dipengaruhi kebudayaan
Telinggana di pantai timur India. Mereka tinggal di wilayah Myanmar sejak abad
ke-9. Suku Mon mulai masuk agama Buddha sekitar tahun 200 SM berkat dakwah
maharaja Ashoka dari India kerajaan Maurya, sebelum perpecahan antara aliran
Mahayana dan Hinayana. Candi-candi Buddha Mon awal, seperti Peikthano di
Myanmar tengah. Seni Buddha suku Mon dipengaruhi seni India kaum Gupta dan
periode pasca Gupta. Gaya mereka menyebar di Asia Tenggara mengikuti ekspansi
suku Mon antara abad ke-5 dan abad ke-8. Aliran Theravada meluas di bagian
utara Asia Tenggara di bawah pengaruh Mon, sampai diganti secara bertahap
dengan aliran Mahayana sejak abad ke-6. Dan ada lagi yaitu suku Pyu penduduk
Burma yang tertua adalah bangsa Pyu, bangsa ini menghuni lembah irawadi,
ibukotanya di Sriketra dekat prome. Mereka itu beragama hindu pemuja Wisnu,
tetapi ada juga ditemukan bukti-bukti pemujaan agama Buddha Mahayana. Orang Pyu
telah mempunyai hubungan dengan kerajaan Thai, Din Nan Cao (Yunan), mungkin
telah membayar upeti kepadanya. Pada tahun 822 Nan Cao menyerbu Myanmar dari
utara, memasuki Myanmar tengah. Sri Ksetra merupakan pusat Pyu yang terbesar
dan paling berpengaruh. Kebudayaan Pyu amat dipengaruhi oleh perdagangan dengan
India, menerima Buddhisme serta konsep-konsep kebudayaan, arsitektur, dan
politik lainnya yang memberikan pengaruh yang bertahan lama di kemudian hari
dalam kebudayaan dan organisasi politik Burma. Kalender Pyu, yang didasarkan
pada kalender Buddha, di kemudian hari menjadi kalender Burma. Orang-orang Pyu
ini runtuh pada abad ke-9 M ketika negara-negara kotanya dihancurkan oleh
serbuan berulang dari Kerajaan Nanzhao. Mranma (orang Burma), yang datang
bersama Nanzhao, mendirikan kota pertahanan atau benteng di Pagan (Bagan) di
sekitar daerah sungai Irrawaddy dan Chindwin. Pemukiman Pyu tetap berada di
Burma Atas selama tiga abad berikutnya namun Pyu secara berangsur-angsur
diserap ke dalam Kerajaan Pagan yang sedang meluas.
Di Kerajaan
Pagan semula agama resminya adalah Agama Buddha sekte Singhala Theravada.
Tetapi semakin lama timbulah gerakan agama Buddha dari sekte baru, yaitu Singhala Mahavira. Gerakan
ini dengan giatnya mengirim pendeta-pendetanya kemana-mana untuk menyiarkan
agama baru. Gerakan ini berlangsung sampai di luar Pagan dan mendapat dukungan
serta pengikut-pengikut dari di lingkungan bangsa Ta’I (China) dan bangsa Khmer
(Kamboja), terutama dikalangan rakyat biasa. Peninggalan-peninggalan arkeologis
dari kerajaan ini cenderung berstrukturkan agama Buddha, yaitu kuil-kuil, dan
pagoda-pagoda. Peninggalan-peninggalan yang tertua adalah Pagoda, diantaranya
yang terbesar adalah Sawe Dagon Pagoda, dikota Mangoon atau sekarang Yangoon.
Peninggalan berupa kuli-kuil yang terkenal yang indah dan bergaya bangsa Mon
adalah Sulamani, Htilominlo,
Cawadawpalin. Setelah Pagan runtuh. Kerajaan Pagan dijadikan sebagai pusat
China oleh Bangsa Mongol. Masuknya Bangsa Mongol ke Burma menjadikan agama
Buddha semakin pesat perkembangannya.
Kehidupan
kebhiksuan di Myanmar ini juga tak lepas dari negeri Sri Lanka yang menjadi
sumber dari mana pergerakan agama Buddha menyebar ke Asia Tenggara, khususnya
agama Buddha Theravada. Adanya suatu organisasi yang kuat bagi pejalan
kebhikkhuan di Myanmar itu sendiri baru terbentuk pada abad 9, yaitu yang
menamakan dirinya “Ari” (dari kata arya yang berarti mulia). Dikabarkan agama
Buddha yang ada itu adalah agama Buddha Pala yang berasal dari Bihar, India dan
Bengal yang berpegangan dengan Buddha Mahayana dan juga menyerap kepercayaan
setempat. Baru awal periode tahun 1000 agama Buddha di Burma ini berubah
karakternya dengan mengambil inspirasi pada Buddha yang berasal dari Sri Lanka,
yang diprakarsai oleh Raja Anawrahta dari Pagan di tahun 1057 yang mendatangkan
bhiksu-bhiksu dan kitab suci dari Ceylon, Sri Lanka. Sejak itulah kelompok bhiksu
Mahayana dan juga Vajrayana memudar. Kehidupan kebhikkhuan beralih kepada
Buddha Theravada yang mendapat perlindungan istana, sehingga tumbuhlah
kebudayaan Buddhis dengan peninggalannya yang sangat bagus dan indah.
Semasa
kekuasaan Narapatisithu (1173-1210) banyak vihara dibangun dibawah para sponsor
seperti Sulamani, Gawdawpalin juga untuk penulisan kitab suci Pali. Chapata
yang juga dikenal sebagai Saddhammajotipala menulis suatu seri karya mengenai
tata bahasa Pali, disiplin vinaya dan filsafat seperti: Suttanidesa,
sankhepavannana, Abhidhammatthasangha. Sementara pujangga lainnya yang bernama
Sariputra menulis karya yang merupakan koleksi pertama mengenai komposisi hukum
yang dikenal sebagai Dhammavilasa atau Dhammathat.
Kebudayaan
Buddhis yang tumbuh semarak pada masa itu dikabarkan tercermin dengan tumbuhnya
9000 ribu pagoda dan vihara yang memenuhi tanah seluas 8 mil, diantaranya yang
paling terkenal adalah Vihara Ananda dari abad ke 11. Dalam Vihara ini terdapat
547 cerita Jataka yang dikisahkan di atas tanda peringatan atau piagam yang
dibuat dari lapisan kaca. Hal ini berlangsung selama tiga abad sebelum
kekuasaan Pagan itu dihancurkan oleh Bangsa Mongol pada tahun 1287. Meski,
setelah runtuhnya dinasti Pagan ini, dan selama 500 tahun ke depan Burma
terbagi-bagi dalam kerajaan-kerajaan yang saling berperang, namun tradisi
Theravada tetap berlanjut walau tidak berkembang seperti masa sebelumnya.
Pada tahun
1752, Burma mengalami penyatuan kembali, dan setelah tahun 1852 Sangha
memperoleh perlindungan, dan sebuah dewan di Mandalay memperbaiki teks Tipitaka
pada tahun 1868-71 yang kemudian diukir di atas 729 lempengan pualam. Namun,
kedatangan kolonial Inggris di tahun 1885 sangat merugikan perkembangan agama
Buddha dan Sangha karena mereka banyak menghancurkan tempat-tempat suci, dan
sejak itu pula para bhiksu memainkan peranan penting dalam perjuangan merebut
kemerdekaan. Sangha yang merupakan komunitas bhiksu tidaklah asing bagi rakyat
Burma. Rakyat disamping masih memiliki kepercayaan leluhurnya yakni para Nat
atau “roh” yang diminta menolong mereka juga memiliki kepercayaan tentang cara
utama untuk memperoleh kebajikan yaitu dengan membangun pagoda atau vihara.
Bisa dimengerti bila Burma memiliki banyak pagoda, dan vihara-vihara selalu
berada di pusat-pusat tempat tinggal mereka, dimana vihara-vihara itu juga
berfungsi sebagai tempat pendidikan tempat rakyat yang tidak bisa membaca.
Bersama Sangha yang mendapat tenpat di hati rakyat, agama Buddha menjadi
kekuatan yang memberikan karakteristik peradaban Burma. Sesungguhnya, agama
Buddha yang dipaparkan oleh Sang Buddha ini sepanjang sejarahnya telah memicu
kehidupan sosial yang demokratis dan non-materialistis bagi bangsa Burma,
disamping membawa keindahan pengetahuan, etika kehidupan yang menekankan
kesederhanaan yang semuanya itu merupakan sumber nilai untuk terciptanya
perdamaian dan kebahagiaan.
Namun,
melihat perkembangannya yang ada kini, dan juga zaman yang bergerak cepat,
rupanya persoalan Burma atau Myanmar kini, hubungan antara agama dan negara,
antara komunitas Sangha dan para pemimpin pemerintahan tidaklah sesederhana
sebagaimana nilai-nilai nan indah itu dikumandangkan. Sewaktu U Nu (Perdana
Menteri Burma Pertama) berkuasa, U Nu berupaya menghidupkan kembali Buddhisme
seperti semasa kerajaan yang jaya dulu, namun U Nu tidak dapat bertahan lama
dan Burma pun terbelenggu masuk dalam genggaman para militer yang kaku dan
membosankan. Kini ditengah tantangan kehidupan bangsanya yang berada dibawah
kendali junta militer, para bhiksu yang telah membudaya itu tetap berupaya
melakukan penempatan kembali ke posisinya dalam menjalankan fungsinya sebagai
penjaga kehidupan masyarakatnya. Para bhiksu dipaksa dan terpaksa harus
menghadapi tantangan sosial politik yang terbentang keras itu dengan bangkit dan
bergerak ke jalan dalam damai demi mewujudkan nilai-nilai buddha dharma tetap
berakar dan demi tetap berada di hati rakyat yang sepanjang sejarah menjadi
pendukung sejati jalan kesuciannya.
2.3 Geo History Thailand
Kerajaan
Thai merupakan tempat terletaknya beberapa wilayah geografis yang berbeda. Di
sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung, dan titik tertingginya berada di
Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut terdiri dari Hamparan Khorat, yang
dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah tengah negara didominasi lembah
sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya datar, dan mengalir ke Teluk
Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah Genting Kra yang melebar ke
Semenanjung Melayu.
Kerajaan
Thai berbatasan dengan Laos dan Myanmar di sebelah utara, dengan Malaysia dan
Teluk Siam di selatan, dengan Myanmar dan Laut Timur di barat dan dengan Laos
dan Kamboja di timur.
Asal mula
Kerajaan Thai secara tradisional dikaitkan dengan sebuah kerajaan yang berumur
pendek, Kerajaan Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238. Kerajaan ini
kemudian diteruskan Kerajaan Ayutthaya yang didirikan pada pertengahan abad
ke-14 dan berukuran lebih besar dibandingkan Sukhothai. Kebudayaan Kerajaan
Thai dipengaruhi dengan kuat oleh Tiongkok dan India. Hubungan dengan beberapa
negara besar Eropa dimulai pada abad ke-16 namun meskipun mengalami tekanan
yang kuat, Kerajaan Thai tetap bertahan sebagai satu-satunya negara di Asia
Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh negara Eropa, (namun pernah diduduki
oleh tentara Jepang sebagai Teritori Imperial, Oleh karena mendapat pengaruh
dan tekanan bangsa Barat yang mengakibatkan berbagai perubahan pada abad ke-19
maka diberikan banyak kelonggaran bagi pedagang-pedagang Britania di Thailand.
Sebuah
revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menyebabkan dimulainya monarki
konstitusional (sistem yang mengakui Raja, Ratu, atau Kaisar sebagai kepala
negara). Sebelumnya dikenal dengan nama Siam, negara ini mengganti nama
internasionalnya menjadi "Thailand" pada tahun 1939 dan untuk
seterusnya, setelah pernah sekali mengganti kembali ke nama lamanya
pasca-Perang Dunia II.
Pada saat itu Agama Buddha perkembangannya sangat pesat. 94% masyarakat
Thailand adalah beragama Buddha dan 90% adalah umat Buddha Theravada. Banyaknya
sekolah-sekolah agama Buddha di kawasan Thailand yang lebih didasarkan murni
pada ajaran-ajaran Siddharta Gautama (Buddha). Yang kita ketahui bahwa pada
saat itu Buddhisme diperkenalkan ke Thailand oleh masa pemerintahan Ashoka,
Raja Kerajaan Maurya yang pada saat itu ia mengadakan kegiatan misionaris
(penyebaran agama) dan membaginya dalam beberapa dewan.
Bentuk pemerintahan Thailand saat ini menjadi monarki konstitusional,
yang mewarisi tradisi Asia Tenggara yang kuat. Kerajaan Buddha yang mengikat
legitimasi negara untuk perlindungan serta dukungan untuk lembaga-lembaga
Buddhis. Pemerintahan ini telah dipertahankan di era modern, dengan institusi
Buddha dan pendeta manfaat khusus yang diberikan oleh pemerintah, serta menjadi
sasaran sejumlah pengawasan pemerintah.
Buddhisme di Thailand Utara adalah Animisme sebuah keyakinan bahwa segala
sesuatu, seperti pohon, batu, sungai memiliki jiwa yang hidup, dan roh
rumah-rumah. Agama Buddha yang berkembang di Siam (sekarang disebut Thailand)
sudah sejak awal abad pertama atau ke-2 Masehi. Hal ini diketahui berdasarkan
hasil penggalian arkeologi di Phra Pathom (kira-kira 50 kilometer sebelah barat
Bangkok) dan Pong Tuk (sebelah barat Phra Pathom) berupa rupaṁ Buddha serta
lambang agama Buddha yaitu Dharmacakra. Dijumpai reruntuhan bangunan serta
pahatan bagus yang oleh para ahli diduga berasal dari pengaruh jaman Gupta
(India) serta diduga merupakan peninggalan dari Dvaravati. Dvaravati adalah
suatu kerajaan yang makmur pada jaman Huang Tsang, yaitu bagian pertama abad
ke-7 M.
Pada abad ke-8 atau 9, Thailand dan Laos secara politis merupakan bagian
dari Kamboja serta dipengaruhi oleh keadaan kehidupan beragama dari kerajaan
Kamboja, dimana agama Brahmana dan agama Buddha hidup berdampingan. Pada
pertengahan abad ke-13, terjadi perubahan politik sehingga Thailand yang
menguasai seluruh wilayah Thailand dan Laos serta mengakhiri supremasi politik
Kamboja di wilayah tersebut. Di bawah penguasaan Thailand, agama Buddha
Theravāda dan bahasa PāỊi kembali berjaya di Thailand dan Laos. Raja Thailand,
Sri Suryavamsa Rama Maha Dharmikarajadhiraja, bukan hanya sebagai seorang
penguasa yang mendorong pengembangan agama Buddha, tetapi beliau juga adalah
seorang bhikkhu yang aktif menyebarkan Dhamma ke seluruh negeri. Pada tahun
1361, Raja Thailand mengirim sejumlah bhikkhu dan ācariya ke Ceylon serta
mengundang Mahasami Sangharaja dari Ceylon untuk berkunjung ke Thailand. Atas
prakarsa dan kegiatan raja, maka agama Buddha dan bahasa PāỊi berkembang luas
mencakup kerajaan-kerajaan kecil Hindu di wilayah Laos seperti Alavirastra,
Khmerrastra, Suvarnagrama, Unmargasila, Yonakarastra, dan Haripunjaya. Sejak
saat itu, agama Buddha mulai menyebar dan agama Hindu mulai memudar. Raja
Thailand juga mengirimkan rupaṁ Buddha dari emas dan perak, salinan kitab-kitab
suci agama Buddha serta sejumlah bhikkhu ke Ceylon. Dari peristiwa tersebut,
dapat diartikan bahwa pada waktu itu Ceylon mengakui Thailand sebagai negeri
yang memiliki agama Buddha dalam wujud yang murni.
Pada masa pemerintahan raja Rama I (1789) telah ditulis sebuah kitab
tentang sejarah pembacaan kitab suci (History of Recitals) oleh seorang bhikkhu
dari kerajaan, yaitu Somdej Phra vanarat (Bhadanta Vanaratana). Dalam kitab
tersebut, Bhikkhu Bhadanta Vanaratana menyebutkan sembilan Saṅghayāna dalam
agama Buddha (Theravāda). Sidang saṅgha tersebut diselenggarakan tiga kali di
India ( tiga sidang yang pertama), empat kali di Ceylon (sidang yang ke-4, 5,
6, dan 7) serta dua kali di Thailand (sidang yang ke-8 dan 9). Saṅghayāna ke-8
di Thailand berlangsung pada masa pemerintahan Raja Sridharmacakravarti Tilaka
Rajadhiraja, penguasa Thailand bagian utara, diselenggarakan di Vihāra
Mahābodhi Ārāma, Chiengmai, selama satu tahun penuh antara tahun 1457 dan tahun
1483, sedangkan Saṅghayāna ke-9 (menurut versi Thailand) berlangsung pada tahun
1788 setelah terjadi perang antara Thailand dengan negeri tetangganya. Dalam
peperangan tersebut ibukota Ayuthia (Ayodhya) hancur terbakar, banyak kitab dan
kitab suci Tipiṭaka telah menjadi abu. Raja Rama I dan saudaranya sangat
prihatin atas keadaan saṅgha. Setelah mendengar pendapat para bhikkhu, kemudian
diselenggarakan Sidang Saṅgha (Saṅghayāna) yang dihadiri oleh 218 Thera (Bhikku
Laki-laki) dan 32 Ācariya (Bhikku Perempuan) dan selama satu tahun membacakan
kembali kitab suci Tipiṭaka. Selama dan sesudah Sidang Saṅgha, dilakukan
rehabilitasi bangunan vihāra dan pagoda, serta dibangun juga bangunan-bangunan
baru.
Dalam bentuk bervariasi Ajaran Buddha, mencapai empat periode yang
berbeda, yaitu :
- Buddhisme Theravada
- Buddhisme Mahayana
- Buddhisme Burma (Pagan)
- Buddhisme Ceylon (Lankavamsa)
Perkembangan agama Buddha di Thailand dipengaruhi besar dari sekolah
agama Buddha Theravada, dibawa dari Sri Lanka.
Walaupun ada variasi lokal, tetapi sekolah Theravada menyediakan
sebagian besar tema utama dari Buddhisme Thailand. Tipitaka Pali adalah teks
agama utama Thailand. Dan ada lagi pengaruhnya yang lebih kecil dapat diamati
berasal dari kontak dengan Mahayana Buddhisme. Awal Buddhisme di Thailand diduga
berasal dari tradisi Mahayana yang tidak diketahui. Sementara Mahayana
Buddhisme secara bertahap hilang cahayanya di Thailand, fitur tertentu dari Thailand.
Seperti munculnya Buddhisme Bodhisattva Lokesvara dalam beberapa arsitektur
religius Thailand, dan keyakinan bahwa raja Thailand adalah Bodhisattva yang
mengungkapkan pengaruh konsep Mahayana.
Posisi perempuan di Thailand tidak seperti di Myanmar, Burma dan Sri
Lanka, di Thailand perempuan (bhikkhuni) keturunan tidak pernah ada. Akibatnya, ada persepsi yang luas di kalangan
orang Thai yang perempuan tidak dimaksudkan untuk memainkan peran aktif dalam
kehidupan keagamaan, melainkan, mereka diharapkan untuk hidup sebagai umat
awam, hidup berumah tangga dengan harapan lahir dalam peran yang berbeda dalam
kehidupan mereka berikutnya. Sehingga, banyak umat awam terutama perempuan
berpartisipasi dalam kehidupan beragama baik sebagai peserta berperan di
kolektif jasa pembuatan ritual, atau dengan melakukan pekerjaan rumah tangga di
sekitar candi. Baru-baru ini, ada upaya untuk mencoba memperkenalkan bhikkhuni
garis keturunan di Thailand sebagai langkah untuk memperbaiki posisi perempuan
di Thailand. Tetapi tidak seperti upaya-upaya serupa di Sri Lanka, upaya tersebut
sudah sangat kontroversi di Thailand. Perempuan mencoba untuk menangkat tetapi
mereka telah dituduh mencoba untuk meniru bhikkhu (suatu pelanggaran sipil di
Thailand), dan tindakan mereka telah dikecam oleh banyak anggota rohaniwan.
BAB III
KESIMPULAN
Budaya
memiliki banyak arti yang berkaitan dengan suatu bangsa. Budaya bisa berarti
akal budi atau pikiran. Akal budi bangsa Indonesia mulai luntur seiring dengan
terkikisnya nilai budaya. Nilai budaya yang makin terkikis berdampak pada
generasi muda. Sejarah berdirinya Indonesia dikhawatirkan akan menjadi cerita
usang yang tidak menarik di kalangan generasi muda.
Oleh sebab itu, perlu usaha
untuk memajukan kebudayaan sehingga diharapkan segala
bentuk kebudayaan haruslah bertujuan memajukan peradaban, kebudayaan, dan
persatuan Indonesia dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya budaya bangsa sendiri sehingga
dapat mempertinggi derajat dan martabat bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. (2015). Negara Kota Pyu, https://id.wikipedia.org/wiki/Negara_kota_Pyu,
diunduh tanggal 22 November 2015.
Maghiszha. (2013). The Empire Of Pagan. https://maghiszha.wordpress.com/2013/07/24/theempireofpagan/,
diunduh tanggal 22 November 2015.
Wikipedia. (2015). Sejarah Agama Buddha. https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_agama_Buddha,
diunduh tanggal 22 November 2015.
Foeya. (2012). Sejarah Perkembangan Agama Buddha di Thailand.
https://foeya.wordpress.com/2012/03/31/sejarah-perkembangan-agama-buddha-di-thailand-2/,
diunduh tanggal 26 November 2015.
Yasodharaputeri. (2009). Sejarah Agama Buddha di Myanmar. https://yasodharaputeri.wordpress.com/2009/02/08/sejarah-agama-buddha-di-myanmar/,
diunduh 26 November 2015.
Wikipedia. (2015). Thailand. https://id.wikipedia.org/wiki/Thailand, diunduh
26 November 2015.
Wikipedia. (2015). Monarki Konstitusional. https://id.wikipedia.org/wiki/Monarki_konstitusional,
diunduh 26 November 2015.
Belajar Ilmu Geografi. (2013). Letak
Geografis Indonesia. http://belajarilmugeografi.blogspot.co.id/2013/04/letak-geografis-indonesia-dan.html,
diunduh 26 November 2015
http://catatancallysta.blogspot.co.id/2014/03/daftar-nama-sungai-di-myanmar.html
http://www.sejarah-negara.com/2014/08/tentang-negara-myanmar.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Myanmar%E2%80%93Thailand_relations
Sands Casino: A Glorious History and Beginning of a
BalasHapusIn 1996, Sands worrione was bought for $4.1 billion by 메리트 카지노 쿠폰 the New Jersey Lottery, a government takeover by 샌즈카지노 the state of New Jersey.